MEMBANGUN KEPEMIMPINAN KRISIS YANG TANGGUH


MEMBANGUN KEPEMIMPINAN KRISIS YANG TANGGUH

 

PENDAHULUAN

Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 dimana dalam proses memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini telah banyak nyawa yang berguguran pengorbanan perjuangan pejuang bangsa ini tentunya adalah sebuah bentuk keniscayaan yang harus tetap kita jaga. Tokoh -tokoh bangsa yang namanya tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa ini mulai dari Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Natsir, Jendral Sudirman dan sebagainya ini adalah sebagian kecil namanya yang tercatat dalam buku sejarah. 78 tahun sudah bangsa kita merdeka. 7 ( Tuju )  pemimpin bangsa (presiden) sudah menahkodai perjalanan bangsa ini hingga saat ini, broblematik Isu-isu kesenjangan sosial menjadi momok terbesar di bangsa ini, data Badan Pusat Statistik merilis  Maret 2023 sebagai berikut :

Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, menurun 0,21 persen poin terhadap September 2022 dan menurun 0,18 persen poin terhadap Maret 2022.

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022.

Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebesar 7,29 persen, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 7,53 persen. Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22 persen, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 12,36 persen.

Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan menurun sebanyak 0,24 juta orang (dari 11,98 juta orang pada September 2022 menjadi 11,74 juta orang pada Maret 2023). Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan menurun sebanyak 0,22 juta orang (dari 14,38 juta orang pada September 2022 menjadi 14,16 juta orang pada Maret 2023).

Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp408.522,- (74,21 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp141.936,- (25,79 persen).

Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657,-/rumah tangga miskin/bulan.

Dengan representasis data tersebut masih banyak kesenjangan sosial di beberapa wilayah indonesia. Konsep dan gagasan selalu bermunculan mewarnai roda pemerintahan di setiap roda pemerintahan berjalan. Sementara kalo kita lihat dari sektor universalnya Indonesia merupakan negara yang berkembang tentunya ikut serta merasakan dampak perkembangan global yang saat ini dirasakan sebagian besar masyarakatnya, dimana perkembangan zaman itu ikut serta membawa dampak yang sangat signifikan dalam proses roda birokrasi dalam pemerintahan ini, revolusi industri 4.0 yang saat ini sedang berjalan mempengaruhi sekala yang lebih luas dimana ditandai dengan kemunculan komputasi berbasis awan (Cloud computing), data dalam ukuran besar (big data), rekayasa genetika, perkembangan neuro teknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak (World Economic Forum, 2016). Sedangkan Deloitte (Deloitte insight, Desember 2017) mendeskripsikan industry 4.0 sebagai integrasi dari informasi digital dari banyak sumber dan lokasi yang dimulai dari aktiiftas manual dalam berbisnis menjadi lebih mudah dan efisien. Tantangan inilah yang saat ini sedang dirasakan oleh bangsa indonesia dengan wilayah yang cukup luas terdiri dari beberapa daerah yang belum mampu beradaptasi dengan situasi ini, tentunya cepat tanggap harus dilalukan oleh pemimpin di daerah dalam menanggapi situasi ini dengan faktor kunci pembangunan di daerah harus memanfaatkan ketersediaan bahan baku, iklim investasi yang baik dan kepastian regulasi serta kemampuan sumber daya manusia sebagai kunci pembangunan daerah dan tentunyan tidak terlepas dari kemampuan menejerial dari pemimpin.

 

PEMBAHASAN

A.    PERAN PEMERINTAH DALAM MENGHADAPI BENCANA ALAM

Indonesia yang kaya sumber daya ditunjang anugerah tutorial yang luas dengan karakteristik yang berbeda-beda di tiap daerah wilayahnya. Tidak hanya itu bencana alamnya pun bermacam- macam jenis dan variasinya, dengan keberagaman magnitudo serta frekuensi yang cenderung tinggi. Berdampak kepada masyarakat dalam jangka spontan maupun panjang timbulkan kerusakan serta kerugian yang tidak kecil bagi masyarakat bahkan hingga kematian atau cedera fisik maupun psikis seperti trauma di sebagian korban selamat, kehilangan harta benda, kerusakan infrastruktur, kerusakan lingkungan dan lain-lain. Bencana menurut penyebabnya dikategorikan atas dua tipe yang membedakan, dengan penyebab aktivitas alam secara natural sendiri, sebagai contoh puting beliung, angin topan, letusan gunung api, tsunami, covid 19, gempa bumi, dan bencana alam akibat perbuatan manusia, Misalnya kebakaran hutan, penggundulan lahan, pemotongan lereng, aktivitas orang tak bertanggungjawab yang asal membuang sampah tidak ditempanya, penambangan minyak bumi yang tak ramah lingkungan dan masih banyak lagi contoh lainnya. Ada bencana lainnya yang mungkin saja terjadi disebabkan hubungan antar individu manusia dengan individu manusia, melalui konflik hubungan atau aktivitas manusia dengan sesama manusia antara lain konflik antar suku serta pergesekan kelompok ke kelompok (Susanto, 2006: 2-3). Dengan adanya gonjang-ganjing alam yang terjadi di sejumlah daerah, membuat kita lebih berhati-hati lagi dalam bertindak, agar tidak merugikan diri sendiri, orang lain, terutama lingkungan. Sebagai manusia yang baik, kita harus mampu menjaga alam dan juga melestarikan nya. Pemerintah menanggulangi bencana sebagai langkah tingginya risiko pasca bencana sesuai dengan maksud Undang-Undang No 24 tahun 2007, Nurjannah dkk, (2012) rencana penanggulangan bencana dimulai dari inisiatif dan komitmen pemerintah. Kemudian berkaitan dengan Penanggulangan pasca bencana yang menghantarkan perubahan paradigma mengatasi bencana alam di wilayah Indonesia. Pengubahan dari yang sebelumnya penanganan bencana sifatnya berdasarkan respons terhadap kedaruratan maka digeser dengan kegiatan-kegiatan yang preventif, unik meminimalisir risiko (mitigasi). Upaya penanggulangan tersusun dan diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) jika ditinjau melalui aspek perencanaan pembangunan yang pada tahun 2015-2019 berkenaan dengan penanggulangan bencana dan stabilisasi ruang hidup. Pemerintah pusat/daerah bekewewenang dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui pembuatan perencanaan dan pembangunan yang didalam-Nya termasuk unsur-unsur langkah keputusan pemerintah atas bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana diartikan sebagai seluruh rangkaian kejadian yang memberikan ancaman yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam serta faktor manusia yang mengakibatkan berjatuhnya korban jiwa, rusaknya lingkungan di sekelilingnya, dan kerugian material serta dampak psikologis (Wihayati, 2018). Dengan adanya UU No.24 Tahun 2007 muncullah kebijakan tentang perencanaan termasuk pendanaan di dalam penanggulangan sebuah bencana. Sementara itu Hidayah (2015) mengungkapkan pada era otonomi daerah penanggulangan bencana oleh sebagian besar daerah belum memiliki kesadaran. Dengan adanya UU tersebut, ada beberapa hal penting yang perlu di perhatikan diantaranya perubahan sebuah paradigma tentang bencana yang akan terfokus kepada keadaan sebelum bencana atau meminimalisir sebuah resiko, penanggulangan sebuah bencana akan bersifat lebih proaktif tidak lagi bersifat reaktif, pemerintah berada memprioritaskan partisipasi dari masyarakat daripada bersifat dominan atau menguasai, domain dalam penanggulangan bencana bukan lagi hak mutlak dari pemerintah yang berada di pusat melainkan sudah menjadi tanggung jawab di daerah atau dengan kata lain sudah terdesentralisasi ke daerah baik dalam hal penganggaran biaya maupun untuk sebuah proses pengambilan suatu kebijakan publik. Untuk mewujudkan tujuan menanggulangi menurunnya alam tersebut dilakukan pencegahan sejak awal sangat dibutuhkan usaha keras pemerintah dari urutan pusat hingga terbawah dan juga kerja sama dari masyarakat yang terkena dampak berupa “Pengurangan dampak Bencana” dan dipadukan dengan program pembangunan. Untuk mengurangi dampak buruk bencana dilakukan Pengurangan Risiko Bencana yang bertujuan yang utama melakukannya saat situasi tidak sedang peristiwa bencana. Dari sanalah sedapat mungkin upaya-upaya mengurangi kerugian masyarakat dipaduaplikasikan terhadap rencana pembangunan di tingkat pusat dan juga di tingkat daerah. Pemerintah menyusun rencana menanggulangi bencana memulai dengan inisiatif dan komitmen pemerintah, identifikasi risiko bencana, mengaturkan perilaku dan pembagian kerja dan dan cakupan kuasa dan sumber daya yang dipunya langkah siap dan antisipasi. Merencanakan dengan terus mendampingi dan upaya perbaikan program untuk pencapaian hasil yang sesuai keinginan dan standar yang diharapkan serta meminimalisir kesalahan pada pelaksanaannya. Sementara itu, pada saat daerah memegang wewenang menjalankan pemerintahannya, menanggulangi bencana ini masih ada sikap daerah yang kurang peduli atau dapat juga disebut belum cukup baik untuk mengarus utamakan pencegahan pra-bencana dalam menyusun rancangan pembangunan daerahnya sendiri. Dikemukakan dalam mitigasi bencana dan pasca pemulihan Tsunami Likuifaksi dan Gempa Bumi di Sulawesi tengah. Beberapa poin yang dapat dipelajari yaitu dibutuhkannya informasi akurat untuk rencana terstruktur, pengaruh inflasi menjadi salah satu pertimbangan yang terjadi serta pertimbangan menata keadaan demi kondisi kuat bertahan dimasa akan datang. pentingnya belanja publik untuk mitigasi bencana dan pasca pemulihan tsunami Likuifaksi dan Gempa Bumi di Sulawesi tengah. Dari pemaparan ini akan dibahas mengenai upaya pemerintah meminimalisir sebelum bencana melalui pandangan rencana kebijakan. upaya menangani bencana memiliki tahapan-tahapan yang terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap pra berencana, tanggap darurat, dan tahap pasca bencana. hal ini dipadukan bersama teori mengenai siklus kebijakan publik (Easton) dimana pergeseran anggapan menanggulangi bencana yang sebelumnya setelah kejadian ke pencegahan (mitigasi) terlihat hasil dari kebijakan yang dikeluarkan.

 

B.    EVALUASI KEBIJAKAN DAN TINDAKAN PEMERINTAH DALAM MENGATASI KRISIS

Evaluasi kebijakan dan tindakan pemerintah dalam mengatasi krisis adalah suatu proses penting untuk memastikan bahwa upaya pemerintah benar-benar efektif dalam menangani situasi krisis tersebut. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil dalam melakukan evaluasi tersebut:

Identifikasi Tujuan dan Indikator Kinerja: Tentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan dan tindakan yang diambil pemerintah untuk mengatasi krisis.Tentukan indikator kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur kesuksesan pencapaian tujuan tersebut. Contohnya, dalam krisis ekonomi, indikator bisa meliputi tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, atau stabilitas mata uang. Kumpulkan Data: Kumpulkan data terkait dengan pelaksanaan kebijakan dan tindakan yang telah diambil. Data ini harus mencakup informasi tentang alokasi sumber daya, implementasi program, dan dampak yang dihasilkan. Evaluasi Kebijakan: Evaluasi apakah kebijakan yang diambil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Apakah kebijakan tersebut relevan dan memadai untuk mengatasi krisis yang sedang dihadapi? Tinjau efektivitas kebijakan dengan memeriksa apakah indikator kinerja bergerak sesuai dengan yang diharapkan. Jika tidak, pertimbangkan apakah perubahan perlu dilakukan. Tinjau Keterlibatan Stakeholder: Evaluasi sejauh mana pemerintah telah melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan. Stakeholder termasuk masyarakat, sektor swasta, organisasi non-pemerintah, dan lainnya. Pertimbangkan Dampak Sosial dan Ekonomi: Tinjau dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan dan tindakan pemerintah. Pastikan bahwa tindakan yang diambil tidak hanya efektif dalam mengatasi krisis, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Lakukan Evaluasi Periodik: Evaluasi kebijakan dan tindakan pemerintah secara berkala selama krisis berlangsung. Krisis dapat berubah seiring waktu, dan respons pemerintah perlu disesuaikan sesuai dengan perkembangan terbaru. Transparansi dan Akuntabilitas: Pastikan bahwa proses evaluasi dilakukan secara transparan, dan hasilnya dapat diakses oleh masyarakat umum. Ini akan memungkinkan akuntabilitas pemerintah terhadap tindakan mereka dalam mengatasi krisis. Perbaikan dan Koreksi: Berdasarkan hasil evaluasi, pemerintah harus bersedia melakukan perubahan dan koreksi terhadap kebijakan dan tindakan yang diambil jika diperlukan. Fleksibilitas adalah kunci dalam menghadapi krisis yang terus berubah. Pembelajaran dari Pengalaman: Ambil pelajaran dari pengalaman menghadapi krisis ini untuk meningkatkan kesiapsiagaan pemerintah dalam mengatasi krisis di masa depan. Identifikasi apa yang berfungsi dan apa yang tidak, dan terapkan pembelajaran tersebut. Evaluasi kebijakan dan tindakan pemerintah dalam mengatasi krisis adalah bagian penting dari proses manajemen krisis yang efektif. Ini membantu memastikan bahwa sumber daya digunakan dengan bijak dan respons pemerintah. Evaluasi kebijakan dan tindakan pemerintah dalam mengatasi krisis adalah bagian penting dari proses manajemen krisis yang efektif. Ini membantu memastikan bahwa sumber daya digunakan dengan bijak dan respons pemerintah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi yang sedang dihadapi.

 

C.    UPAYA-UPAYA UNTUK MEMBANGUN KETAHANAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BELAJAR DARI KEJADIAN BENCANA MASA LALU

Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam membangun ketahanan masyarakat terhadap bencana dengan mempelajari kejadian masa lalu. Upaya ini mencakup berbagai langkah proaktif untuk mengurangi risiko bencana dan memperkuat kesiapsiagaan masyarakat. Berikut adalah beberapa upaya yang biasanya dilakukan:

Pengumpulan dan Analisis Data Bencana: Pemerintah mengumpulkan data tentang kejadian bencana masa lalu, termasuk jenis bencana, wilayah yang terdampak, kerugian yang terjadi, dan faktor-faktor yang berkontribusi pada kerugian tersebut. Analisis data ini membantu pemerintah memahami pola bencana dan merencanakan tindakan lebih lanjut. Penyusunan Peta Risiko: Pemerintah menggunakan data yang dikumpulkan untuk menyusun peta risiko bencana yang menunjukkan wilayah-wilayah yang rentan terhadap berbagai jenis bencana. Peta risiko ini digunakan sebagai dasar untuk perencanaan mitigasi bencana. Pembangunan Infrastruktur dan Mitigasi: Pemerintah melakukan investasi dalam pembangunan infrastruktur yang tahan bencana, seperti bangunan yang dirancang untuk menahan gempa atau tanggul yang mencegah banjir. Selain itu, mereka menerapkan tindakan mitigasi seperti penghijauan untuk mengurangi risiko tanah longsor. Sosialisasi dan Pendidikan: Pemerintah menyelenggarakan kampanye sosialisasi dan program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bencana dan tindakan yang harus diambil dalam situasi darurat. Ini mencakup pelatihan evakuasi, penyelamatan pertama, dan rencana darurat. Perencanaan Tanggap Darurat: Pemerintah mengembangkan rencana tanggap darurat yang melibatkan berbagai lembaga, termasuk tim penanggulangan bencana, dinas kesehatan, dan badan keamanan. Rencana ini mencakup langkah-langkah yang harus diambil selama bencana, termasuk evakuasi, pengiriman bantuan, dan perawatan medis darurat. Pengembangan Sistem Peringatan Dini: Pemerintah membangun sistem peringatan dini untuk memberi tahu masyarakat tentang ancaman bencana yang sedang mendekat. Sistem ini dapat berupa sirene, pesan teks, atau aplikasi seluler yang memberikan informasi yang akurat dan cepat. Penguatan Kapasitas Masyarakat: Pemerintah mendukung pelatihan dan program yang memperkuat kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Ini termasuk pelatihan pertolongan pertama, keterampilan penyelamatan, dan cara mengelola stok darurat. Pengembangan Rencana Pemulihan: Setelah bencana terjadi, pemerintah merencanakan tindakan pemulihan jangka panjang. Ini melibatkan pemulihan infrastruktur, pemulihan ekonomi, dan dukungan psikososial bagi korban bencana.

Melalui berbagai upaya ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana, mengurangi risiko, dan mengurangi dampak negatif bencana yang mungkin terjadi di masa depan.

 

D.    INOVASI DALAM MANAJEMEN KRISIS DAN RESPON CEPAT PEMERINTAH

Inovasi dalam manajemen krisis dan respon cepat pemerintah sangat penting untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul secara tiba-tiba, seperti bencana alam, pandemi, atau krisis ekonomi. Inovasi dapat membantu pemerintah dalam mengoptimalkan upaya mereka untuk melindungi warga negara dan menjaga stabilitas dalam situasi darurat. Berikut beberapa inovasi yang dapat diterapkan dalam manajemen krisis dan respon cepat pemerintah:

Penggunaan Teknologi Informasi: Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti sistem informasi geografis (SIG), aplikasi seluler, dan platform daring dapat membantu pemerintah dalam mengumpulkan, memproses, dan menyebarkan informasi secara cepat dan efektif kepada masyarakat. Ini juga memungkinkan pemerintah untuk melacak dan mengelola sumber daya dengan lebih baik. Pemodelan dan Analisis Data: Penggunaan analisis data dan pemodelan matematis dapat membantu pemerintah dalam memprediksi perkembangan krisis dan mengambil tindakan yang lebih cerdas. Contohnya adalah penggunaan model epidemiologi untuk memprediksi penyebaran penyakit selama pandemi. Sistem Peringatan Dini: Pengembangan sistem peringatan dini yang lebih canggih dan responsif dapat membantu mengurangi risiko dalam situasi darurat. Sistem ini dapat digunakan untuk memantau perubahan cuaca, gempa bumi, atau ancaman lainnya, dan memberi peringatan kepada warga dengan cepat. Kerja Sama Antara Pemerintah dan Swasta: Kerja sama dengan sektor swasta, termasuk perusahaan teknologi dan industri terkait lainnya, dapat mempercepat pengembangan solusi dalam krisis. Contohnya adalah penggunaan fasilitas produksi perusahaan swasta untuk menghasilkan peralatan medis selama pandemi COVID-19. Pelatihan dan Simulasi: Pemerintah dapat mengadakan latihan dan simulasi krisis secara berkala untuk melatih personel mereka dalam menangani situasi darurat. Ini membantu memastikan bahwa tim respons cepat memiliki keterampilan yang diperlukan dan dapat berkoordinasi dengan baik. Pendidikan Publik: Pemerintah juga dapat menggunakan inovasi dalam pendidikan publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko krisis dan tindakan yang harus mereka ambil. Kampanye informasi dan edukasi yang kreatif dapat membantu masyarakat lebih siap menghadapi situasi darurat. Manajemen Logistik: Inovasi dalam manajemen logistik, termasuk penggunaan teknologi berbasis IoT (Internet of Things) untuk melacak stok dan distribusi barang, dapat meningkatkan efisiensi pengadaan dan distribusi bantuan dalam situasi krisis. Kemitraan Internasional: Pemerintah juga dapat menjalin kemitraan internasional dalam manajemen krisis dan respon cepat. Ini termasuk pertukaran informasi, sumber daya, dan koordinasi dengan negara-negara lain untuk mengatasi krisis berskala internasional seperti pandemi. Inovasi dalam manajemen krisis dan respon cepat pemerintah adalah langkah penting untuk meningkatkan daya tanggap dan efektivitas dalam menghadapi situasi darurat yang muncul. Pengembangan teknologi, pelatihan personel, dan kerja sama dengan berbagai pihak dapat membantu pemerintah mengurangi dampak negatif krisis dan melindungi kesejahteraan masyarakat.

Top of Form

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Badan pusat statistik nasional maret 2023

Cahyadi. 2019. Bagaimana Cara Menulis Essay?.  disdik.purwakartakab. go.id/berita /detail/bagaimana-menulis-esai-. Diunduh pada 14 Juli 2020

Bloomberg (2016). World largest list company. 24 August 2016 Burrit, leonard dan Katherine Christ (2016). International Edition of Accounting and Business Magazine p.43-46. Desember 2016

Martani, dwi (2016). Akuntan di era revolusi industry 4.0. September 2016

Fischer, F., Miller, G.J., Sidney, M. (2014). Handbook Analisis Kebijakan Publik: Teori, Politik dan Metode. Bandung: Nusa Media. Hidayah, K. (2015). Kebijakan Penanggulangan Bencana di Era Otonomi Daerah. Kajian Terhadap Penanganan Kasus Luapan Lumpur Lampindo Brantas. Vol 11/No. 3/2015. Indriasari, F. N. (2015). Pengaruh P

Komentar

Postingan Populer